Surat Kerinduan (Diksi rindu dan kehilangan)

Saat senja.
Juga kepergianmu setelahnya.
Biarkan aku masih memangilmu dengan kata sayang.
Meski nanti akan jadi usang.
Lalu kepergianmu aku rayakan dengan secangkir kesepian.
Kepulan aroma keheningan, di ketiadaan.

Pergilah.
Semua telah aku selesaikan.
Untuk segala lupa yang terus diingat.
Dan kisah yg tak sengaja melekat.
Untuk segala keliru pernah mencintaimu.
Aku pamit untuk menyelesaikan segalanya
Tak perlu lagi ada rindu.
Tak lagi harus kamu.

Sampai akhirnya aku bisa menikmati kehilangan.
Di senja, sendirian.
Turut berbahagia dengan kebahagiaanmu.
Menjadi penikmat paling setia di gelisahmu.
Menjadi penonton paling hening di penyesalan.
Melepaskan aroma kehilangan.
Di pelukan yang pernah kau nikmati,sendiri.

Pada saatnya akan ada hancur yang begitu dalam.
Saat mataku beradu tatap dengan matamu.
Akan ada payung yang tak mampu melindungiku dari hujan.
Akan ada senyum yang tak mampu menutup segala kesakitan.

Saat kamu membaca surat ini, membaca segala pengakuanku.
Di lembaran-lembaran usang.
Di diksi-diksi penuh kenang.
Di bait-bait penuh kamu.
Semua akan kembali hilang.

Pada akhirnya semua surat kerinduan ini tak sungguh untukmu.
Aku tak ingin kamu sungguh menganggapnya demikian.

Jika kamu tak menyukainya.
Anggaplah tak pernah membacanya.
Anggap saja kamu tak pernah membaca tulisan dimana aku pernah menulis
“aku mencintaimu, jatuh begitu saja, apa yang perlu aku jelaskan?”.

Tetaplah baik-baik saja dengan segala pengakuanku.
Namun jika kamu tak bisa berpura-pura dengan semua ini.
Biarkan aku saja, yang akan menganggap lupa.
Berpura-pura tak ingat.

Menulis surat ini untuk siapa.